Gelengan Kepala Orang India Yang Khas, Apa Artinya?

Gelengan Kepala Orang India Yang Khas, Apa Artinya? – Pada suatu kota yaitu Thanjavur, di negara bagian Tamil Nadu di India Selatan, pasar jalanan dibanjiri oleh boneka kepala bergoyang.

Mainan tersebut populer di Tamil sebagai Thanjavur Thalaiyatti Bommai, yang secara harfiah berarti boneka kepala goyang dari Thanjavur.

Bommai yang terbuat dari tanah liat yang dicat berwarna cerah, biasanya berupa sosok penari klasik atau sepasang lelaki dan perempuan dewasa, terdiri dari dua bagian : badan dan kepala yang yang dikaitkan dengan longgar di bagian leher. pokerasia

Gelengan Kepala Orang India Yang Khas, Apa Artinya?

Sedikit sentuhan di kepala, atau lebih-lebih angin yang kuat, bisa memicu kepala bergoyang dari satu segi ke segi lain dengan cara yang hampir melingkar. sbobet88

Boneka tersebut merupakakn tiruan paling dekat dari gestur orang-orang India yang unik, yang sering membuat pengunjung negara itu bingung. www.mrchensjackson.com

Paling sering diperbincangkan oleh para pelancong di India – terlepas dari Delhi Belly (diare yang muncul saat melancong ke India) yang menakutkan, tentu saja – merupakan gelengan kepala orang-orang India yang terkenal.

Gesturnya tak semuanya dengan mengangguk (gerekan naik dan turun dari leher, dimaksudkan untuk menunjukkan ‘ya’) – atau menggeleng (dari satu sisi ke sisi lain untuk menyampaikan ‘tidak’).

Gerakan di kepala tersebut halus dengan memiringkan kepala dari sisi ke sisi secara vertikal, baik dengan lembut atau tegas.

Gelengan kepala tersebut pun disebut goyangan, bandulan, kibasan kepala India.

Gerakan itu tidak menyentak atau keras, tetapi seimbang dan terus menerus.

Priya Pathiyan, seorang penulis yang berbasis di Mumbai yang terhitung memandu tur di kotanya untuk pelancong, menggambarkan gestur ini sebagai “agak seperti simbol infinity (lambang angka tak terhingga di matematika), atau angka delapan berbaring”.

Ada banyak halaman tulisan yang dikhususkan untuk itu di internet, belum kembali video-video demonstrasi, untuk menjelaskannya bagi para pelancong.

Pencarian pada YouTube menunjukkan ada puluhan orang yang antusias – baik orang India maupun orang asing – yang coba menyatakan gelengan kepala orang India itu.

Beberapa tahun yang lalu, satu video semacam itu bahkan menjadi viral, dilihat lebih dari satu juta akun hanya dalam seminggu.

Apakah gestur itu berarti mengiyakan? Atau semacam tanda tak setuju? Mengungkapkan kemungkinan? Tanda ketidakpastian? Kejengkelan, mungkin? Sulit untuk menjawabnya tanpa mengetahui konteksnya.

Pathiyan menganggap bahwa gestur itu sebagai tanda ‘ya’, atau setidaknya menunjukkan persetujuan. “Ada juga unsur bersikap ramah atau bersikap hormat, dan sulit untuk mengatakan dengan tepat yang mana kecuali Anda mengetahui situasinya,” tambahnya.

Margot Bigg, merupakan penulis perjalanan asal Inggris-Amerika yang tinggal di India sepanjang lebih berasal dari lima tahun dan telah menulis buku petunjuk di negara tersebut, berpendapat bahwa beragam style gelengan kepala memiliki arti yang berbeda.

“Seperti gelengan satu segi bisa artinya ‘ya’ atau ‘ayo pergi’, kala gelengan berulang yang lebih berkesinambungan adalah pengakuan pemahaman.”

Dalam pengalaman saya sendiri, tambah cepat gelengan, tambah antusias orang itu bersepakat – khususnya ketika digunakan dengan alis terangkat untuk tingkatkan penekanan.

Tapi, di segi lain, itu juga bisa digunakan untuk menyampaikan “Ok… terserah apa kata Anda…” disertai gestur bahu yang acuh tak acuh tanpa terlampau mengangkat bahu.

Namun, gelengan kepala India lebih berasal dari sekedar budaya yang diwariskan berasal dari generasi ke generasi.

Dalam penelitian mendalam yang dijalankan budayawan Geert Hofstede perihal norma-norma budaya di beragam negara, India mencetak skor 77 untuk Power Distance.

Power Distance membuktikan sejauh mana orang menghendaki atau menerima ketidaksetaraan kekuasaan didalam penduduk mereka sendiri,. Skor India lebih tinggi ketimbang kebanyakan dunia dengan skor 56,5.

Skor besar ini adalah pembuktian rasa hormat yang mendalam untuk hierarki sosial dan ruang lingkup terbatas untuk perselisihan dengan mereka yang diakui superior dengan cara apa pun.

Lahir dan juga besar didalam negara ini, saya bisa meyakinkan bahwa orang India dibesarkan untuk bersikap luwes dan sopan, khususnya untuk tamu dan para tetua, dan tidak senang menyatakan ‘tidak’ secara langsung.

Kami bergumam tak jelas, kami tersenyum malu-malu, kami mengangguk dengan tidak jelas, semua untuk tidak membuat komitmen yang kuat.

Memang, gelengan kepala merupakan isyarat yang dimaksudkan untuk menyampaikan ambiguitas, dan hal tersebut  efektif berhasil.

Gelengan Kepala Orang India Yang Khas, Apa Artinya?

Pradeep Chakravarthy, seorang penulis berasal dari Chennai dan konsultan prilaku perusahaan, menyatakan bahwa sikap ini adalah langkah orang India menangani wilayah abu-abu dan melewatkan peluang di semua jalinan yang besar dan kecil.

“Ekonomi yang agraris tradisional semacam yang tersedia di India, Anda tidak dengan terbuka memberikan penolakan atau ketidaksepakatan dengan orang lain di dalam masyarakat,” katanya.

“Karena Anda tidak pernah sadar kapan Anda dapat perlu perlindungan mereka, dan menyatakan tidak bermakna memutuskan jalinan serupa sekali.”

Chakravarthy menyatakan tentang rutinitas perlu jalinan serta hierarki dalam masyarakat India, yang bermakna bahwa orang kerap berada dalam keadaan di mana tidak mungkin untuk menyatakan ‘tidak’.

Ini pada umumnya berupa interaksi dengan bos di tempat kerja, orang tua dalam keluarga atau pemimpin di masyarakat.

Dalam kasus-kasus ini, gerakan yang tidak jelas ini datang sebagai kompromi yang sempurna, memungkinkan lawan bicara menafsirkan apa yang mereka inginkan, sambil menyediakan ruang untuk yang berbicara.

Seperti yang dikatakan Chakravarthy: “Saya tahu saya tidak bisa melakukannya, tetapi saya juga tidak bisa mengatakan tidak. Jadi daripada langsung menolak, saya mengulur waktu dengan menjadi tidak jelas dengan sengaja.”

Secara teori, itu seperti resep untuk kebahagiaan yang utuh, tetapi sering kali menyebabkan kebingungan dan putus asa.

Walaupu hal tersebut benar terutama untuk interaksi lintas budaya, seperti ketika bos asing berurusan dengan karyawan India mereka atau ketika seorang turis mencoba berunding dengan pedagang kaki lima, ini kadang-kadang memiliki efek yang sama pada orang India, bahkan mereka yang menggunakan tindakan itu sendiri di situasi lain.

Maka, terlepas dari semua video penjelasan itu, bukan seolah-olah orang India datang dengan kunci yang siap untuk memecahkan kode gelengan itu.

Saya sering menemukan diri saya ingin berteriak, “Apa sebenarnya yang Anda katakan?”

Sitkom Amerika Outsourced – konon berlatar belakang suatu pusat panggilan (call centre) Mumbai – bahkan membuat sebuah episode khusus untuk membahas tindakan ini.

Suka atau benci, bermain dengannya atau selalu bingung, Anda tidak mungkin meremehkan gelengan ini sementara berada di India.

Umumnya orang India bahkan tidak menyadari bahwa mereka melakukannya, dan banyak pelancong ke India menemukan diri mereka menirunya setelah beberapa waktu.

Anita Rao Kashi, seorang jurnalis berasal dari Bangalore, bicara kepada saya, “Meski kami terlalu dambakan menyangkalnya, gerakan ini tertanam di India, diwariskan lewat keturunan.”

Bigg terhitung mengaku menggeleng tanpa menyadarinya, lebih-lebih disaat dia bicara didalam bahasa Hindi.

“Saya mendapati turis dari Barat menyadari saya melakukannya dan menunjukkannya kepada saya, tetapi itu adalah bagian dari kondisi alamiah saya sehingga saya sama sekali tidak menyadarinya,” katanya.

Sebagai penduduk India seumur hidup, saya memiliki nasihat bagi mereka yang ingin memecahkan kode budaya India.

Saat Anda menghadapi gelengan dari orang India, tanggapi dengan gelengan Anda sendiri; Anda mungkin akan memiliki teman seumur hidup.

Continue Reading

Share

Catalunya, Alasan Untuk Merdeka dari Spanyol

Catalunya, Alasan Untuk Merdeka dari Spanyol – Catalunya memanas lagi seiring vonis penjara terhadap 9 tokoh yang dianggap terlibat dalam referendum kemerdekaan pada Oktober 2017 silam. Lalu, bagaimana sejarah Catalunya atau Catalonia sehingga wilayah otonom yang beribukota di Barcelona ini ingin merdeka dari Spanyol? Dilansir dari sebuah media pers, ada 9 orang yang dijatuhi vonis oleh Mahkamah Agung Spanyol berupa hukuman penjara antara 9 sampai 13 tahun.

Hal tersebut mengakibatkan, ribuan warga pro-kemerdekaan Catalunya menggelar unjuk rasa di Barcelona, sebagai bentuk penolakan terhadap vonis tersebut. Sebagian peserta aksi terlibat gesekan dengan aparat keamanan. Kericuhan cepat menyebar karena beberapa ruas jalan raya dan stasiun kereta api diblokir massa. Ribuan demonstran juga menduduki Bandara El Prat, Barcelona, yang menyebabkan setidaknya 108 jadwal penerbangan dibatalkan. poker asia

Catalunya, Alasan Untuk Merdeka dari Spanyol

Ratusan anggota polisi anti huru-hara yang dikirimkan pemerintah Spanyol dari Madrid justru semakin memanaskan situasi. Gelombang dari protes rakyat Catalunya semakin membesar karena menganggap aparat keamanan bersikap represif terhadap para demonstran. sbobet

Sejarah Catalunya di Spanyol

Catalunya adalah wilayah otonom di Spanyol dengan luas 32.114 kilometer persegi. Kawasan yang berada di sudut timur laut Spanyol atau Semenanjung Iberia dekat Portugal ini terdiri dari empat provinsi, yakni Barcelona, Girona, Lleida, dan Tarragona. Sebetulnya, Catalunya punya riwayat panjang yang mengiringi perjalanan sejarah Spanyol. Namun, pergolakan dari warga Catalunya terhadap pemerintah Spanyol mulai muncul pada masa kediktatoran Jenderal Francisco Franco yang memimpin sejak 1939. Paul Preston dalam The Spanish Holocaust (2012) memaparkan, Spanyol berada di bawah kendali Jenderal Franco menghapus status otonomi untuk wilayah Catalunya. Tidak hanya itu, berbagai jenis tindakan represif juga diberlakukan terhadap kawasan khusus ini beserta penduduknya. Saat itu, pemerintah Spanyol menindas Catalunya dengan berbagai cara. Seluruh upaya protes disikapi dengan keji. Akibatnya, penjara-penjara dipenuhi tahanan politik. Beribu para Catalan –sebutan untuk orang Catalunya– dieksekusi antara 1938 hingga 1953. Menjelang dekade 1960-an, Jenderal Franco mengubah kebijakan ekonomi demi menggenjot perekonomian Spanyol. Salah satu dari caranya merupakan dengan menjadikan wilayah Catalunya sebagai kawasan pusat industri. https://www.mrchensjackson.com/

Sebabnya, tulis Vittorio Gargiulo Morelli dan Luca Salvati dalam Ad Hoc Urban Sprawl in the Mediterranean City: Dispersing a Compact Tradition? (2010), terjadi migrasi penduduk besar-besaran dari daerah-daerah pedesaan di Spanyol menuju Barcelona dan sekitarnya untuk bekerja. Wilayah di Catalunya, terutamanya Barcelona, pun berubah menjadi salah satu kawasan industri terbesar di Eropa kala itu. Namun, perkembangan industri dan ekonomi di Catalunya tidak didukung dengan perlakuan yang sepadan dari pemerintah Spanyol. Gaji pekerja pabrik di Catalunya sangat rendah. Selain dairpada itu, pemerintah Spanyol di bawah rezim Franco tidak memberikan jaminan kesehatan maupun keselamatan kerja. Segala bentuk pemogokan dan aksi protes pekerja hukumnya haram.

Asa Catalunya Merdeka

Menjelang tahun 1970, terungkap dalam Inventive City-Regions: Path Dependence and Creative Knowledge Strategies (2016) karya Marco Bontje dan ‎Sako Musterd, mulai muncul gerakan demokrasi, antara lain dari Assemblea de Catalunya dan Federation of Neighbourhood Associations Barcelona (FAVB). Selain menyebarkan seruan anti-Franco, gerakan-gerakan ini juga berjuang menuntut kebebasan politik dan sosial, amnesti bagi tahanan politik, pembangunan kembali otonomi Catalunya, serta menggalang kekuatan dengan gerakan-gerakan pro-demokrasi lainnya di Spanyol. Perjuangan mereka membuahkan hasil setelah Jenderal Franco meninggal dunia pada 1975 dan pemerintahan Spanyol mengalami masa peralihan. Dikutip dari sebuah media pers yaitu Language, Democracy, and Devolution in Catalonia suntingan Sue Wright, status otonom Catalunya dipulihkan pada 1978. Kendati demikian, Catalunya tetap saja ibarat api dalam sekam bagi Spanyol. Sebagian orang Catalan terus menyimpan asa kemerdekaan, ingin lepas dari Spanyol yang telah menguasai wilayah mereka selama berabad-abad. Pada tahun 2010, misalnya, sekitar 25 persen warga Catalunya menginginkan kemerdekaan dari Spanyol. Angka ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 57 persen dua tahun kemudian. Setelah melewati proses alot di parlemen, pada 6 November 2014 dilakukan pemungutan suara informal untuk mengukur aspirasi masyarakat Catalunya yang menghendaki kemerdekaan. Menghasilkan, catat Janne Riitakorpi dalam Catalonia: No Longer Spain’s Internal Affair (2019), sebanyak 2,25 juta orang dari total 5,4 juta penduduk Catalunya memilih merdeka dari Spanyol.

Hal tersebut yang menjadi jalan pembuka digelarnya referendum pada 1 Oktober 2017. Data dari Pemerintah Catalunya sehari setelah referendum menyebutkan, 2.044.038 suara atau 92,01 persen menginginkan kemerdekaan Catalunya. Adapun 177.547 suara lainnya atau 7,99 persen tetap ingin bersama Spanyol alias belum atau tidak menghendaki Catalunya merdeka. Sedangkan 64.632 atau suara 2,83 persen dinyatakan tidak sah. Tetapi, otoritas Spanyol justru menyatakan referendum itu tidak sah. Spanyol di bawah pimpinan Perdana Menteri Mariano Rajoy menolak referendum yang berujung penangkapan terhadap sejumlah tokoh pro-kemerdekaan Catalunya.

Alasan Ingin Lepas dari Spanyol

Apabila dirunut dari perjalanan sejarahnya, setidaknya ada dua alasan mengapa warga Catalunya ingin merdeka dari Spanyol, yaitu faktor perekonomian dan entitas kebangsaan. Faktor seperti ekonomi adalah respons dari perlakuan tidak adil oleh pemerintah Spanyol terhadap Catalunya. Eksploitasi untuk industri pada 1960-an memacu perekonomian Spanyol, namun justru semakin membuat warga Catalunya menderita dan tertindas.

Catalunya, Alasan Untuk Merdeka dari Spanyol

Setelah itu, krisis ekonomi yang melanda Spanyol pada 2008 meningkatkan angka pengangguran dan tingginya utang di Catalunya yang merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Eropa. Tidak hanya itu, pajak yang diberlakukan terhadap Catalunya jauh lebih tinggi daripada wilayah-wilayah lain di Spanyol. Dari laporan bahwa, Reuters (2017), mengutip data Kementerian Keuangan Spanyol, Catalunya harus membayar pajak sebesar 12 miliar dolar AS tiap tahun kepada pemerintah Spanyol yang berpusat di Madrid dan menerima pendapatan balik yang tidak sebanding.

Entitas kebangsaan juga menjadi alasan orang-orang Catalan ingin merdeka. Para Catalunya merasa bahwa berasal dari nenek moyang yang sebenarnya bukan menjadi bagian dari Spanyol pada era modern dan merupakan wilayah independen. Kelahiran Negara Spanyol modern dimulai pada masa pemerintahan Raja Philip V yang berkuasa pada 1700 hingga 1724. Wilayah Catalunya ditaklukkan tahun 1714. Semenjak dulu, Spanyol sebenarnya paham perbedaan Catalunya dengan wilayah-wilayah lainnya. Oleh karna itu, diberikan status otonom sebagai semacam pelipur lara dengan harapan Catalunya melupakan keinginan merdeka, kendati tampaknya tidak berhasil.

Diadang Pemerintah Spanyol

Referendum adalah babak baru dari kebuntuan proses-proses politik antara pemerintah pusat dan Catalunya. Otoritas Catalunya sudah lama menginginkan kemerdekaan dari Madrid. Para Catalunya pun menganggap, Madrid berlaku tidak adil dengan mengeruk kekayaan Catalunya serta menolak hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination).

Wacana untuk dapat merdeka telah direncanakan sejak Juni 2017 dan disetujui parlemen provinsi tiga bulan setelahnya. Puigdemont menyatakan, Madrid tidak dapat lagi menahan hasrat Catalunya untuk merdeka, terlebih parlemen telah mengetok palu tanda setuju.

Namun, Madrid tak tinggal diam. Perdana Menterinya yaitu Mariano Rajoy mengecam wacana referendum Catalunya sebagai tindakan melanggar hukum. Dia lantas mendesak Mahkamah Konstitusi menunda keputusan yang telah disahkan parlemen Catalunya.

Selain daripada itu, Madrid juga menempuh langkah-langkah riil: mengontrol penuh anggaran otonomi, memaksa kepolisian daerah untuk menerima komando dari Garda Sipil Spanyol, menangkap para pejabat yang terlibat perencanaan referendum, menyita sekitar 10 juta dari surat suara, dan menutup situs-situs berisikan informasi referendum.

Continue Reading

Share

Masalah Populasi di Korsel, Warga Enggan Menikah

Masalah Populasi di Korsel, Warga Enggan Menikah – Dengan populasi yang menua dengan cepat, tingkat kelahiran yang rendah dan orang-orang muda yang semakin menghindari pernikahan, Korea Selatan berada dalam masalah populasi.

Ketika negara-negara mengalami perubahan ekonomi, efek transisi bukan hanya finansial – mereka juga memiliki implikasi populasi yang besar.

Ini sangat banyak terjadi di Korea Selatan di mana, selama tiga generasi terakhir, negara ini telah berevolusi seperti beberapa negara lainnya karena industrialisasi yang cepat. idnpoker

Masalah Populasi di Korsel, Warga Enggan Menikah

Sekarang ini, kekayaan Ekonomi Korea Selatan mencapai $ 1,6 triliun – terbesar keempat di Asia setelah Cina, Jepang dan India. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Karena Korea Selatan telah bertransformasi, maka penduduknya pun demikian, dan dengan sangat cepat, menyebabkan negara itu berada dalam paradoks terkait populasi masyarakatnya. premiumbola

Negara ini sedang mengalami contoh ekstrem dan cepat dari apa yang disebut ahli demografi sebagai ‘transisi demografis’, periode populasi membengkak, menurun dan akhirnya membentuk garis datar, suatu hal yang kerap terjadi ketika negara-negara semakin kaya. www.benchwarmerscoffee.com

Bagi Korea Selatan, ini berarti populasi yang besar dan cepat menua serta tingkat perkawinan dan kelahiran yang rendah yang tidak cukup menggantikan generasi yang sekarat – satu hal yang membingungkan untuk masa depan Korea Selatan.

Keluarga yang menyusut

Korea Selatan memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia.

Rata-rata wanita Korea Selatan hanya memiliki 1,1 anak, lebih rendah dari negara lain. Sebaliknya, rata-rata global adalah sekitar 2,5 anak-anak.

Angka tersebut sudah menurun terus: antara awal 1950-an dan hari ini, tingkat kesuburan di Korea Selatan turun dari 5,6 menjadi 1,1 anak per wanita.

Bagaimana hal itu memengaruhi populasi negara itu di masa depan?

Ini adalah paradoks untuk masyarakat yang cepat menua.

Itu karena faktor kunci dalam stabilisasi populasi yang disebut ‘laju penggantian’: titik di mana jumlah total anak yang lahir per perempuan secara tepat menyeimbangkan jumlah kematian generasi tua.

Di seluruh dunia, angka ini adalah 2.1 – yang berarti bahwa tingkat kesuburan di Korea Selatan tidak mencapai angka itu.

Dengan kata lain, wanita tidak memiliki cukup anak di Korea Selatan untuk menstabilkan populasinya tanpa migrasi manusia.

Lajang dalam Generasi Sampo

Wanita Korea Selatan tidak hanya memilih untuk memiliki anak lebih sedikit – beberapa memilih untuk tidak memiliki hubungan romantis sama sekali.

Semakin banyak yang memilih untuk tidak menikah sama sekali, memutuskan untuk tidak menghiarukan lembaga perkawinan – dan bahkan memutuskan memiliki hubungan kasual saja – yang mendukung seseorang untuk memiliki kehidupan dan karier yang mandiri dalam lingkungan masyarakat yang dianggap masih seksi, meskipun ekonominya telah mengalami kemajuan.

Pergeseran ini merupakan bagian dari fenomena sosial yang meningkat di Korea Selatan: Generasi Sampo.

Kata ‘sampo’ berarti mepelaskan tiga hal: hubungan, perkawinan dan anak-anak.

Statistik mencerminkan perubahan dramatis dalam budaya: tingkat perkawinan di antara orang Korea Selatan pada usia subur – baik pria maupun wanita – telah anjlok selama empat atau lima dekade terakhir.

Dalam sensus 2015, kurang dari seperempat (23%) wanita Korea Selatan berusia 25 hingga 29 tahun yang mengatakan mereka sudah menikah, turun tajam dari sebanyak 90% dibanding tahun 1970.

Umur panjang yang luar biasa

Pada tahap selanjutnya dari transisi demografis, perbaikan dalam kesehatan masyarakat umumnya mengarah pada populasi dengan umur panjang.

Itulah yang terjadi di Korea Selatan, di mana harapan hidup telah meningkat pesat pada paruh kedua abad ke-20, di tengah era industrialisasi.

Pada paruh pertama 1950-an, harapan hidup rata-rata hanya lebih pendek dari 42 tahun (37 untuk pria, 47 untuk wanita).

Saat ini, jumlahnya terlihat sangat berbeda. Korea Selatan sekarang memiliki salah satu harapan hidup tertinggi di dunia – peringkat tertinggi kedua belas dalam periode 2015-2020, setara dengan Islandia.

Rata-rata bayi yang lahir di Korea Selatan dapat hidup sampai usia 82 tahun (khusus 79 untuk pria, dan 85 untuk wanita).

Sebaliknya, rata-rata global adalah 72 tahun (hampir 70 untuk pria, 74 untuk wanita).

Dan angka harapan hidup PBB akan terus membaik; pada akhir abad ini, rata-rata bayi yang lahir di Korea Selatan akan hidup sampai usia 92 (89 untuk pria, dan 95 untuk wanita).

Sebuah studi terpisah yang diterbitkan di Lancet menunjukkan bahwa wanita di Korea Selatan diproyeksikan menjadi yang pertama di dunia yang memiliki harapan hidup rata-rata di atas 90 – dan para peneliti memperkirakan kemungkinan 57% ini akan terjadi pada tahun 2030.

Membengkak, jatuh, dan stabil

Pada tahun 1950, kurang dari 3% populasi di Korea Selatan berusia 65 tahun ke atas.

Hari ini, angka itu adalah 15%. Pada pertengahan 2060-an, PBB memperkirakan persentase masyarakat Korea Selatan yang lebih tua dari 65-an akan memuncak pada lebih dari 40%.

Masalah Populasi di Korsel, Warga Enggan Menikah

Angka-angka itu melukiskan gambaran masyarakat yang sangat tua.

Dan dengan tingkat kelahiran yang rendah, perkawinan yang lebih sedikit dan umur yang lebih panjang, tren ini menciptakan populasi Korea Selatan yang lebih cepat menua daripada negara maju lainnya.

Populasi dengan umur yang lebih panjang berarti ada lebih banyak orang yang lebih tua di masyarakat, dan dengan wanita memiliki lebih sedikit anak berarti tidak ada cukup banyak orang muda untuk menggantikan mereka ketika mereka mati.

Akhirnya, paradoks ini berarti bahwa populasi Korea Selatan akan mulai menurun.

PBB memperkirakan populasi Korea Selatan akan mencapai puncaknya pada sekitar 2024, dan kemudian mulai turun. Pada tahun 2100, PBB memperkirakan populasi Korea Selatan hanya sekitar 29 juta – sama seperti tahun 1966.

Tapi ini hanya prediksi berdasarkan skenario PBB. Ada banyak faktor yang berperan, termasuk apakah pola kesuburan atau migrasi berubah.

Ini berarti bahwa masa depan populasi Korea Selatan dapat berubah sesuai prediksi – atau terlihat sangat berbeda sama sekali.

Segalanya Serba Menguras Dompet

Menurut data OECD, jumlah pengangguran di Korsel melonjak 3,4 persen pada penduduk berusia sekitar 17 tahun. Sementara itu, upah tahunan pada tahun 2017 rata-rata hanya berjumlah 35,5 juta won atau $31.650. Angka tersebut hampir setengah dari rata-rata upah orang Amerika yang mencapai $60.558 dolar.

Sementara gaji yang pas-pasan, rata-rata pekerja di Korsel berhadapan dengan pengeluaran yang tinggi, terutama untuk membayar sewa tempat tinggal.

Pernikahan jadi sekedar momok bagi generasi muda yang baru memulai karier. Biayanya makin hari makin tidak masuk akal. Sewa gedung, biaya katering, hadiah pernikahan untuk mertua, ditambah keperluan-keperluan lain: itu semua membutuhkan uang tabungan yang sulit dijangkau dengan gaji yang mereka terima.

Dampaknya, lebih dari 20 persen gedung pernikahan di Seoul kini gulung tikar. Yang termasuk yaitu dua gedung paling mewah di lingkungan orang kelas menengah-atas, Gangnam, yaitu Suaviss Wedding Hall dan JS Gangnam Wedding Culture Center.

Pemerintah bukannya tinggal diam. Selain sosialisasi, sejumlah pemerintah lokal berinisiatif menggelar ajang perjodohan. Antara lain pemerintah Kota Sejong, Gangnam, dan beberapa desa di Provinsi Chungcheong selatan.

Sejak 2005 pemerintah telah mengucurkan 36 triliun won untuk meringankan beban finansial pasangan yang baru memiliki anak. Pemerintah pun menawarkan subsidi pengasuhan anak sebesar 300.000 won per bulan dan insentif-insentif serupa untuk keluarga muda.

Upaya-upaya tersebut dinilai belum membuat dampak yang substansial. Pemerintah tak hanya berhadapan dengan akademisi kritis, tapi juga anak-anak muda seperti Baeck yang berani menyuarakan sikap.

“Masalah lebih besarnya pemerintah yaitu mereka tidak mendengarkan para perempuan—pihak yang harus melahirkan anak-anak dan harus membesarkan mereka,” kata Kang Han-byul, pendiri EMIF (Elite without Marriage, I am going Forward), organisasi di mana Baeck juga terdaftar sebagai anggota.

“Mereka mencoba-coba menjual ide ini bahwa berkeluarga itu indah, memiliki anak-anak itu indah, padahal ada banyak hal tak terucapkan yang sebenarnya terjadi pada istri secara fisik dan mental. Kebijakan pemerintah tidak akan pernah mempengaruhi kita,” tegasnya kepada Bloomberg.

Continue Reading

Share

Keturunan Korban Holokos Kembali Ke Jerman?

Keturunan Korban Holokos Kembali Ke Jerman? – Holocaust adalah suatu peristiwa penting bagi kita untuk memahami peradaban barat, konsep negara bangsa, dan masyarakat birokrasi modern serta sifat manusia. Holocaust merupakan pembantaian massal terencana terhadap jutaan warga sipil tak berdosa.

Digerakkan oleh ideologi rasis yang menganggap kaum Yahudi sebagai “hama parasit” yang hanya layak untuk dimusnahkan, Nazi melaksanakan genosida pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka menjadwalkan penghancuran terhadap seluruh kaum Yahudi Eropa: baik yang sakit maupun yang sehat, yang kaya maupun yang miskin, yang taat beragama maupun yang sudah berpindah keyakinan ke agama Kristen, yang tua maupun yang muda, bahkan bayi. idn poker

Sekitar dua dari tiga orang Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum perang tewas dalam Holocaust. Ketika Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945, enam juta orang Yahudi Eropa tewas; lebih dari satu juta korban merupakan anak-anak. Namun statistik ini menyesatkan, karena sebagian besar dari mereka yang selamat tinggal di wilayah.

Keturunan Korban Holokos Kembali Ke Jerman?

Eropa yang tidak diduduki oleh Jerman selama perang: wilayah timur Uni Soviet, Britania Raya, Bulgaria, dan beberapa negara netral seperti Spanyol, Portugal, Swiss, dan Swedia. Puluhan ribu orang Yahudi yang selamat di wilayah Eropa yang diduduki Jerman kebanyakan bersembunyi atau menjadi tahanan di kamp-kamp konsentrasi hingga mereka dibebaskan. Jerman dan kolaboratornya tak kenal lelah dalam memburu dan membantai orang-orang Yahudi di wilayah Eropa yang mereka kuasai. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Banyak sudah tulisan yang dihasilkan tentang apa yang terjadi selama era Holocaust dan di mana, kapan, serta bagaimana Nazi melaksanakan rencana bengis mereka. Namun, untuk memahami tindakan Nazi, sebelumnya kita harus mempertimbangkan dan memahami dasar-dasar teori yang menyebabkan mereka pada akhirnya merancang rencana tersebut. Penelitian terhadap prinsip ideologi Nazi mengenai ras memberi sebagian penjelasan mengenai komitmen tanpa ampun untuk pemusnahan fisik terhadap kaum Yahudi Eropa. https://www.benchwarmerscoffee.com/

“Kita seharusnya tidak memberikan kesempatan kepada Nazi untuk memiliki Jerman tanpa orang Yahudi,” kata Mario Marcus. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Dia merupakan salah satu pengunjung tetap sinagoga Fraenkelufer, Berlin selama lebih 50 tahun.

Ketika tahun 1938, sebagian besar sinagoga Fraenkelufer hancur terbakar saat terjadi kekerasan semalaman menentang orang Yahudi yang dikenal sebagai Kristallnacht. Keadaan semakin buruk selama Perang Dunia Kedua. Tetapi sekarang muncul sejumlah rencana untuk mengembalikan kemegahannya.

Kakek nenek Marcus, yang mendatangi sinagoga yang sama pada tahun 1930-an terbunuh saat Holokos. Orang tuanya menyelamatkan diri ke luar negeri dan kembali ke Jerman pada permulaan tahun 1950-an.

Bagi dirinya, hidup di Jerman adalah cara terbaik untuk menolak ideologi Nazi.

Merahasiakan jati diri

Setelah Holokos, diaspora Yahudi ingin memutus hubungan dengan Jerman untuk selamanya. Ketika ke luar negeri, Mario sering kali menyembunyikan identitas Jermannya.

Dia mengatakan persepsi sangat berubah dalam sepuluh tahun terakhir. Orang tidak terganggu ketika saya mengatakan asal saya dari Jerman.

Pulang

Di negara Jerman pun terjadi perubahan sikap dan populasi Yahudi meningkat.

Lebih dari 33 ribu orang Israel menerima kewarganegaraan Jerman sejak tahun 2000, menurut parlemen Jerman.

Sebagian kembali untuk menelusuri kenangan nenek moyang. Yang lainnya karena alasan praktis seperti pernikahan dan pekerjaan.

World Jewish Congress memperkirakan populasi Yahudi di Jerman sekitar 100 ribu pada tahun 2017. Pihak lain mengatakan jumlahnya mendekati 150 ribu orang. Pertumbuhannya terutama karena masuknya anak dan cucu korban selamat Holokos.

Pernikahan

Sarah Moser memulai perkenalan dengan suaminya di sebuah universitas di California. Dia umat Katolik dan juga warga Jerman. Menikahi seseorang yang bukan Yahudi kadang-kadang tidak disukai sejumlah orang.

Tetapi saat berbicara dengan suaminya, Tim, Sarah mulai menyadari mereka ternyata banyak memiliki kesamaan.

Dia semula enggan pindah ke Jerman.

Keturunan Korban Holokos Kembali Ke Jerman?

Sekarang mereka tinggal di Berlin dengan anak perempuannya. Mereka secara terbuka membicarakan sejarah yang berbeda. Kakek Tim membikin film untuk menteri propaganda Hitler di tahun 1930-an. Sementara kakek nenek Sarah dipaksa melarikan diri pada saat yang sama, karena persekusi anti-Yahudi semakin meningkat.

Korban selamat

Bagi korban selamat seperti Margot Friedlander, 97 tahun, memilih untuk kembali ke Jerman adalah sebuah proses yang peka.

“Saya selalu mengatakan mereka berbagi tempat tidur dan makanan dengan kami. Ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah saya lupakan. Ini adalah sesuatu yang juga membantu saya kembali ke Jerman karena saya mengetahui warga Jerman adalah orang baik.”

Orang tua dan adik laki-lakinya dibunuh Nazi, tetapi dirinya selamat karena menyembunyikan diri sampai tahun 1944.

Kebencian

Margot Friedlander kembali ke Jerman pada tahun 2010. Dalam sembilan tahun banyak terjadi perubahan. Partai kanan-jauh Alternative for Germany semakin kuat. Tetapi Friedlander tidak takut.

“Orang membenci Yahudi. Apakah ini akan pernah berubah? Saya tidak tahu. Jika selama ribuan tahun seperti itu – apakah diperlukan seribu tahun lagi?”

Mengubah sejarah

Untuk menenangkan masyarakat Yahudi, pemerintah Jerman menunjuk diplomat Dr Felix Klein sebagai pejabat pertama negara untuk mengawasi dan mengatasi masalah anti-Yahudi.

Klein mengkhawatirkan kebangkitan kanan-jauh – dia mengatakan lebih dari 90% serangan anti-Yahudi tetap berasal dari kelompok kanan-jauh, dan hanya 5% dari pihak dengan latar belakang Muslim.

Rekonsiliasi

Peningkatan jumlah serangan membuat masyarakat khawatir, tetapi warga Yahudi tetap kembali ke negara yang pernah menghukum kerabat mereka.

Josh Weiner sedang belajar untuk menjadi rabi di Zacharias Frankel College, Berlin Barat. Kakek neneknya melarikan diri dari Jerman Nazi pada tahun 1930-an.

“Anda tidak bisa memandang semua Jerman buruk sama sekali, karena tidak seorangpun dilahirkan sebagai penjahat. Saya memiliki teman warga Jerman. Saya belajar dari mereka.”

Orang tua akademisi AS, Donna Swarthout meninggalkan Jerman saat anak-anak. Ia mendapatkan kewarganegaraan Jerman pada tahun 2010 dan pindah ke Berlin dengan tiga anak dan suami.

“Rekonsiliasi bukan berarti memaafkan, ini berarti mencari cara untuk tetap memiliki hubungan dengan keturunan para pelaku – dan itulah yang kami lakukan,” katanya.

IDEOLOGI RAS NAZI

Adolf Hitler, Führer (Pemimpin) dari Partai Nazi, merumuskan serta mengartikulasikan gagasan-gagasan yang kemudian dikenal sebagai ideologi Nazi. Ia menganggap dirinya sebagai pemikir besar, dan merasa yakin bahwa ia telah menemukan kunci untuk memahami dunia yang luar biasa rumitnya. Ia meyakini bahwa karakteristik, sikap, kemampuan, dan perilaku seseorang ditentukan oleh apa yang dinamakan dengan susunan rasnya. Dalam pandangan Hitler, semua kelompok, ras, atau suku (ia menggunakan istilah-istilah tersebut secara bergantian) memiliki sifat-sifat yang diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa menghapus ciri bawaan suatu ras. Seluruh sejarah umat manusia tidak pernah lepas dari konflik rasial.

Saat merumuskan ideologi rasnya, Hitler dan Nazi terinspirasi oleh gagasan penganut Darwinisme sosial Jerman pada akhir abad ke-19. Seperti para penganut Darwinisme sosial sebelumnya, Nazi meyakini bahwa manusia bisa diklasifikasikan secara kolektif sebagai “ras”, di mana setiap ras memiliki karakteristik khusus yang telah diwariskan secara genetik sejak kemunculan pertama umat manusia di zaman prasejarah. Warisan karakteristik ini tidak hanya berkaitan dengan penampilan luar dan struktur fisik saja, tetapi juga membentuk kehidupan mental internal, cara berpikir, kreativitas dan kemampuan organisasi, kecerdasan, selera dan apresiasi budaya, kekuatan fisik, dan kecakapan militer.

Nazi pun mengadopsi pandangan penganut Darwinisme sosial terkait teori evolusi Darwin mengenai “kelangsungan hidup bagi yang paling bisa beradaptasi”. Bagi Nazi, kelangsungan hidup suatu ras bergantung pada kemampuannya dalam bereproduksi dan berkembang biak, wilayah yang diperoleh untuk menampung dan memberi makan penduduk yang berkembang, dan kewaspadaannya dalam menjaga kemurnian gen pool (lungkang gen), yang akan mempertahankan karakteristik unik “ras” yang diberikan oleh “alam” agar berhasil dalam perjuangannya bertahan hidup. Karena setiap “ras” berupaya untuk berkembang, dan karena ruang di bumi terbatas, perjuangan untuk bertahan hidup secara “alamiah” menyebabkan terjadinya penaklukan melalui kekerasan dan konfrontasi militer. Oleh karena itu, perang—bahkan perang yang terus-menerus—merupakan bagian dari alam, bagian dari kondisi manusia.

Continue Reading

Share
1 3 4 5